Kamis, 09 Juli 2015

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK (EDWARD III)
Salah satu teori implementasi kebijakan publik yang terkenal adalah teori implementasi oleh George Edward III. Dalam siklus kebijakan publik, implementasi kebijakan adalah tahapan yang sangat penting. Implementasi sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

Banyak konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster yang dikutib oleh Solichin Abdul Wahab adalah sebagai berikut:

       Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam Wahab (2006:64)).

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah “tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2006:65).

Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa:

        Hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo (2010:87)).

Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

Model Implementasi Kebijakan (George Edward III)

Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan. Terdapat banyak model yang dapat dipakai untuk menganalisis sebuah implementasi kebijakan, namun kali ini yang saya bagikan adalah model implementasi yang dikemukakan oleh George Edward III.

Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:

1) Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?

Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Edward dalam Widodo, 2011:96-110).

Model Implementasi George C. Edward III

a. Komunikasi (Communication)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) (Widodo, 2011:97).

Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan  dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

b. Sumber Daya (Resources)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2011:98) mengemukakan bahwa:
bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.

Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :

1) Sumber Daya Manusia (Staff)

Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

2) Anggaran (Budgetary)

Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran. 

3) Fasilitas (facility)

fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.

4) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)

Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

c. Disposisi (Disposition) 

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan

Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik. 

d. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)


Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
KONSEP DAN ELEMEN SUKSES E-GOVERNMENT


1.  Konsep Dasar E-gov
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sampai sekarang telah berlangsung begitu pesat. Hampir semua aspek kehidupan manusia bersinggungan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), baik yang sifatnya pribadi maupun publik. Sejak lama, pelayanan oleh pencipta dalam kehidupan manusia serba berbasis TIK – bagaimana rezeki diberikan atau dihilangkan, bagaimana jodoh manusia di atur, bagaimana balak bencana dikelola dan bagaimana kematian atau maut manusia diatur. Sebaliknya pelayanan publik oleh pemerintah dilakukan secara manual – bagaimana KTP dibuat dan diberikan, bagaimana pajak ditagih dan dibayar semua dilakukan secara manual (berbasis tatap muka). E-government muncul sebagai salah satu penerapan konsep TIK  dan merupakan bukti transformasi area kehidupan dalam sektor publik sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi informasi.
Definisi lain menyatakan bahwa e-goverment adalah suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan  pihak-pihak lain yang berkepentingan, dimana pemanfaatan TIK dengan tujuan meningkatkan kulitas pelayanan publik (Eko Indrajit, 2002).
Paling tidak ada empat prinsip dasar pelaksanaan e-government secara umum tercakup dalam visi e-goverment(Indrajit, 2002), yaitu :
(1)        Memberikan perhatian penuh pada jenis-jenis pelayanan publik, dengan memberikan prioritas:  (a) Memiliki volume transaksi yang besar dan melibatkan banyak sekali sumber daya manusia, (b) Membutuhkan interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat, (c) Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pemerintah dengan swasta maupun LSM dan Perguruan Tinggi, setelah menentukan jenis pelayanan, kemudian menentukan ukuran kinerja, yang menjadi target manfaat sebelum menentukan total biaya investasi.
(2)        Membangun lingkungan yang kompetitif, di mana sektor swasta maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat berperan dalam hal pelayanan publik. Sangat baik jika swasta dan LSM dapat bersaing dengan pemerintah dan dapat melayani dengan lebih baik.
(3)        Memberikan penghargaan pada inovasi dan memberi ruang kesempatan pada kesalahan.
(4)        Memusatkan pada pencapaian efisiensi, yang dapat dinilai dengan besarnya manfaat dan pemasukan anggaran dari penggunaan e-goverment.


Ada tiga fungsi pemerintahan elektronik (Anonim, 2008): (1) fungsi pekerjaan internal pemerintah, (2) fungsi layanan masyarakat dan (3) fungsi komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Secara ringkas uraian fungsi-fungsi tersebut dan efek yang diharapkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Fungsi
Efek yang diharapkan
Pekerjaan internal pemerintah
- Pertukaran elektronik dokumen administrasi
- Penandatangan elektronik
- Penerapan sistem konferensi melalui layar video - pembagian informasi pemerintah
- Organisasi dan prosedur disederhanakan
- Menyelesaikan pekerjaan lebih cepat
- Maka efisiensinya meningkat
Layanan masyarakat
- Urusan masyarakat bisa diterima dan dituntaskan melalui jaringan TI
- Keluhan masyarakat terkait beberapa instansi pemerintah bisa dituntaskan sekaligus.
- Rakyat bisa menyelesaikan urusannya tanpa mengunjungi instansi pemerintah terkait.
- Masalah rakyat lebih cepat dituntaskan
- Layanan masyarakat pemerintah diperbaiki secara besar-besaran
Komunikasi antara pemerintah dan masyarakat
- Akses interaktif ke informasi antara pemerintah dan rakyat
 -Layanan informasi pemerintah yang nyaman dan cepat
 - Pendapat rakyat umum bisa tercermin pada kebijakan pemerintah
- Komunikasi bebas, cepat antara pemerintah dan rakyat untuk menciptakan ‘pemerintahan pintu terbuka”.


 - Transparansi pemerintah meningkat besar

5.   Terminologi E-Government
Beragam definisi tentang e-government telah banyak dikembangkan sehingga definisi yang ada mengandung perspektif yang berlainan. Menurut the World Bank Group (2001), e-government adalah penggunaan teknologi informasi oleh instansi pemerintah (seperti Wide Area Networks (WAN), internet, mobile computing) yang dapat digunakan untuk membangun hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis, dan instansi pemerintah lainnya. Di pihak lain, e-government didefinisikan sebagai penggunaan teknologi informasi untuk membuka pemerintah dan informasi pemerintah dalam rangka berbagi informasi demi kemanfaatan publik, untuk memungkinkan terjadinya transaksi secara online dan untuk mendorong pelaksanaan demokrasi.

Sejumlah definisi e-government (Indrajit, 2012) sebagai berikut:
a.       E-government applies concepts of electronic commerce (e.g.information and marketing through web sites, selling to customers on-line) to government operations.
b.      Refers to the federal government’s use of information technologies (such as wide area networks, the internet, and mobile computing) to transform relations winth citizens, businesses, and other arms of government.
2.   Pemicu Utama E-Government :
Kehadiran era globalisasi yang datang begitu cepat telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, transparansi, civil society, good corporate governance, perdagangan bebas menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap pemerintahan. Di era seperti ini, pemerintah harus mengadakan reposisi terhadap perannya dari yang bersifat internal menjadi lebih berorientasi eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan pemerintahnya di dalam sebuah pergaulan global.

3.   Elemen Sukses Pengembangan E-Government :
Suksesnya pengembangan e-government bergantung kepada sejumlah faktor yang dikenal dengan istilah elemen sukses (Indrajit, 2012; Sadikin, 2011). Elemen-elemen sukses tersebut merupakan hasil kajian dan riset oleh Harvard JFK School of government meliputi support (dukungan), Value (nilai) dan Capacity (kemampuan).  Ketiga elemen sukses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
.
Dukungan/Support
Elemen pertama dan paling krusial yang harus dimiliki oleh pemerintah adalah keinginan (intent) dari berbagai kalangan pejabat publik dan politik untuk benar-benar menerapkan konsep e-government, bukan hanya sekedar mengikuti trend. Tanpa adanya unsur “political will” dari pemerintah, berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government akan sulit berjalan.
Kata support adalah dukungan. Hal terpenting dalam hal dukungan adalah dukungan unsur pimpinan. Pimpinan harus memiliki political will (keinginan politis)untuk mengembangkan e-government, karena hal ini akan menyangkut seluruh proses dari e-government. Artinya, pemimpin tidak saja harus pintar dalam hal penyusunan konsep, tetapi harus juga menjadi motivator ulung pada fase pelaksanaannya (action). Tanpa adanya unsur political will, mustahil berbagai inisiatif pembangunan dan pengembangan e-government dapat berjalan dengan mulus.
Sudah umum bahwa budaya birokrasi cenderung bekerja berdasarkan model manajemen top-down (paradigm klasik). Karena itu, dukungan implementasi program e-government yang efektif harus dimulai dari para pimpinan pemerintahan yang berada level tertinggi (Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati). Dukungan yang dimaksud disini lebih dari dukungan verbal semata, tetapi dukungan yang diharapkan adalah dalam bentuk:
a.     Disepakatinya kerangka e-government sebagai salah satu kunci sukses negara dalam mencapai visi dan misi bangsanya, sehingga harus diberikan prioritas tinggi sebagaimana kunci-kunci sukses lain diperlakukan. Dengan disepakatinya kerangka tersebut secara bersama, maka tingkat resistensi dimungkinkan akan kecil.
b.      Dialokasikannya sejumlah sumber daya (manusia, financial, tenaga, waktu, informasi, dan lain-lain) di setiap tataran pemerintahan untuk membangun konsep ini dengan semangat lintas sektoral.
c.     Dibangunnya berbagai infrastruktur dan superstruktural pendukung agar terciptanya lingkungan kondusif untuk mengembangkan e-government (seperti adanya Undang-Undang yang jelas, ditugaskannya lembaga-lembaga khusus – misalnya e-Envoy atau DeTIKNas di Indonesia – sebagai penanggung jawab utama, disusunnya aturan main kerja sama dengan swasta dan lain sebagainya), dan
d.     Disosialisasikannya konsep e-government secara merata,kontinyu, konsisten, dan menyeluruh kepada seuruh kalangan birokrat secara khusus dan masyarakat secara jmum melalui berbagai kampanye yang simpatik.

Kemampuan/Capacity
Kemampuan (“capacity”) adalah adanya unsur kemampuan atau keberdayaan dari pemerintahan setempat dalam mewujudkan e-government. Dalam hal ini ada tiga hal minimum yang paling tidak harus dimiliki oleh suatu pemerintahan dalam rangka mengimplentasikan dan membangun e-government, yaitu :
Ketersediaan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan berbagai inisiatif e-government, terutama yang berkaitan dengan sumber daya finansial
Ketersediaan infrastruktur teknologi informasi yang memadai karena fasilitas ini merupakan 50% dari kunci keberhasilan penerapan konsep e-government
Ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-government dapat sesuai dengan asas manfaat yang diharapkan.


Nilai/Value
Elemen pertama dan kedua di atas merupakan dua buah aspek yang dilihat dari sisi pemerintah selaku pihak pemberi jasa (sisi penyedia-supply side). Pelaksanaan e-government tidak akan ada gunanya bila tidak ada pihak yang diuntungkan, dalam hal ini yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-government bukanlah kalangan pemerintahan saja melainkan masyarakat dan mereka yang berkepentingan (sisi permintaan-demand side).
Karena itu pemerintah dituntut agar bertindak teliti dan bisa memilih prioritas jenis aplikasi e-government apa saja yang harus didahulukan pembangunannya agar benar-benar memberikan value (manfaat) secara signifikan yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakatnya.
Perpaduan antara ketiga elemen di atas akan membentuk sebuah nexus (pusat syaraf jaringan e-government) yang akan menjadikan kunci sukses penjamin keberhasilan penerapan e-Government.


Implementasi dan Pengembangan E-Government :
Di dalam mengembangkan dan mengimplemntasikan konsep e-government, ada sebuah prinsip dari Oracle (sebuah perusaahan software database) yang baik untuk diterapkan, yaitu : “Think big, start small. Scale fast, deliver value”.
Inti dari perkataan tersebut adalah pemerintah daerah harus memiliki visi yang jauh dan besar terhadap konsep e-Government yang ingin diterapkannya. Berdasarkan visi yang besar tersebut maka disusunlah sejumlah langkah-langkah kecil penerapan dan implementasi aplikasi e-government di berbagai bidang yang perlahan namun pasti dikembangkan untuk menuju visi besar itu.
Cepat atau lambatnya penerapan e-government ini sangat tergantung dari seberapa peka pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam membaca perkembangan dunia (trend dan kecenderungan). Di dalam era globalisasi sangat banyak variabel dan parameter yang berada di luar kontrol sebuah pemerintahan sehingga memaksa pemerintah dan masyarakatnya untuk dapat menerapkan suatu strategi atau konsep yang tepat dalam menjawab tantangan globalisasi.
Penerapan e-government tidak hanya memilki batasan internal (hanya berlaku dan bermanfaat untuk pemerintah dan masyarakatnya saja) akan tetapi akan menjadi fasilitas dan medium yang handal dalam usaha untuk menjalin kerja sama dengan pihak luar, seperti sektor swasta atau dengan pemerintahan daerah lain.

Dalam e-government diharapkan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan daerahnya dengan memberikan kontribusi positif berupa pendapat, pengetahuan atau pemikiran melalui web site resmi pemerintahan.
CATATAN KULIAH


1.   SEJARAH E-GOVERNMENT
Sejak dasawarsa 1990-an beberapa negara di dunia mulai menggunakan sistem pemerintahan menggunakan elektronik. Tercatat negara-negara seperti Amerika Serikat, Selandia Baru, Kanada, Singapura dan beberapa negara seperti Jepang, Australia dan Inggris telah menggunakan sistem pemerintahan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Penggunaan TIK oleh pemerintah pada dasarnya adalah untuk memberikan warga negaranya dengan akses yang lebih nyaman ke informasi dan layanan pemerintah serta untuk memberikan pelayanan publik kepada warga, mitra bisnis, dan mereka yang bekerja di sektor publik. Bagian awal dari pelaksanaan e-governance adalah "komputerisasi" dari kantor publik memungkinkan mereka dengan membangun kapasitas mereka untuk pelayanan yang lebih baik dan membawa pemerintahan yang baik menggunakan teknologi sebagai katalisator. Bagian kedua adalah penyediaan jasa sentris warga melalui media digital seperti mengembangkan portal pemerintah interaktif.
    Pemerintahan elektronik atau e-government  adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan (Gambar 1.3) e-government dapat diaplikasikan pada institusi-institusi legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.          
2   Model Penyampaian E-gov
Model penyampaian (relasi) yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dalam pelayanan publik.
3.   Manfaat e-government                       
Apakah manfaat yang nyata dari e-government? Sejumlah manfaat dan keuntungan jika e-government dibuat dan diterapkan oleh pemerintah (contoh portal pemerintah Singapura dan Sragen) adalah: (a) Memperbaiki mutu pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri); (b) Meningkatkan transparansi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsepGood Governance di pemerintahan (bebas KKN); (c) Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, daninteraksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari; (d) Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan; (e) Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan tren yang ada; dan (f) Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
4.  Konsep Dasar E-gov
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sampai sekarang telah berlangsung begitu pesat. Hampir semua aspek kehidupan manusia bersinggungan dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), baik yang sifatnya pribadi maupun publik. Sejak lama, pelayanan oleh pencipta dalam kehidupan manusia serba berbasis TIK – bagaimana rezeki diberikan atau dihilangkan, bagaimana jodoh manusia di atur, bagaimana balak bencana dikelola dan bagaimana kematian atau maut manusia diatur. Sebaliknya pelayanan publik oleh pemerintah dilakukan secara manual – bagaimana KTP dibuat dan diberikan, bagaimana pajak ditagih dan dibayar semua dilakukan secara manual (berbasis tatap muka). E-government muncul sebagai salah satu penerapan konsep TIK  dan merupakan bukti transformasi area kehidupan dalam sektor publik sebagai konsekuensi dari perkembangan teknologi informasi.
Definisi lain menyatakan bahwa e-goverment adalah suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan  pihak-pihak lain yang berkepentingan, dimana pemanfaatan TIK dengan tujuan meningkatkan kulitas pelayanan publik (Eko Indrajit, 2002).
Paling tidak ada empat prinsip dasar pelaksanaan e-government secara umum tercakup dalam visi e-goverment(Indrajit, 2002), yaitu :
(1)        Memberikan perhatian penuh pada jenis-jenis pelayanan publik, dengan memberikan prioritas:  (a) Memiliki volume transaksi yang besar dan melibatkan banyak sekali sumber daya manusia, (b) Membutuhkan interaksi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat, (c) Memungkinkan terjadinya kerjasama antara pemerintah dengan swasta maupun LSM dan Perguruan Tinggi, setelah menentukan jenis pelayanan, kemudian menentukan ukuran kinerja, yang menjadi target manfaat sebelum menentukan total biaya investasi.
(2)        Membangun lingkungan yang kompetitif, di mana sektor swasta maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat berperan dalam hal pelayanan publik. Sangat baik jika swasta dan LSM dapat bersaing dengan pemerintah dan dapat melayani dengan lebih baik.
(3)        Memberikan penghargaan pada inovasi dan memberi ruang kesempatan pada kesalahan.
(4)        Memusatkan pada pencapaian efisiensi, yang dapat dinilai dengan besarnya manfaat dan pemasukan anggaran dari penggunaan e-goverment.

5  Pengembangan E-Government

Serupa dengan perubahan dramatis dalam e-commerce dan e-trading, revolusi e-government menawarkan potensi untuk membentuk kembali sektor publik dan remake hubungan antara masyarakat dan pemerintah. Variabilitas luas dalam sejauh mana pemerintah mengambil web terus menciptakan kesempatan untuk mempelajari bagaimana revolusi e-government mempengaruhi kinerja sektor publik dan respon yang demokratis. Dalam survei global UN / ASPA (2000), lima kategori pengukuran survei global, lima kategori mengukur suatu negara
e-government kemajuan telah diidentifikasi.
Kemajuan e-government suatu negara harus diidentifikasi (Fang, 2000) sebagai berikut:
(1)      Interactive web presence:
Suatu negara dapat memiliki sebuah website nasional atau pejabat beberapa Pemerintah yang menawarkan informasi statis kepada pengguna dan berfungsi sebagai alat urusan publik.
(2)      Enhanced web presence:
Jumlah halaman web pemerintah meningkat sebagai informasi menjadi lebih dinamis dengan pengguna memiliki lebih banyak pilihan untuk mengakses Informasi.

(3)      Interactive web presence:
Sebuah pertukaran yang lebih formal antara pengguna dan pemerintah penyedia layanan terjadi, yaitu bentuk dapat didownload; aplikasi yang diajukan online.


(4)      Transactional web presence: Pengguna dapat dengan mudahmengakses layanan diprioritaskan olehmereka kebutuhan, melakukan transaksi resmi secara online, seperti membayar pajak, biaya pendaftaran.Fully integrated web presence: Integrasi lengkap dari semua layanan online pemerintah melalui portalsatu-stopshop (UNPAN, 2000).
BIODATA
Nama               :      SUYATNO
Email    Yahoo:           suyatno2761@yahoo.co.id
Email Gogle    :           suyatnomap24@gmail.com
Website           :           http:// suyatnomap24.blogspot.com
Pekerjaan         :           DISPERINDAG Prov SUMSEL
Mahasiswa      :           MAP stisipol Candradimuka palembang
NPM               :           0514 24 200
Semester          :           II Kelas B Reguler Angkatan XXIV

Hari kuliah      :           Kamis dan Jumat